PERJANJIAN
Pengertian perjanjian menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian pada umumnya diatur dalam Bab II, ketentuan khusus diatur dalam Bab V sampai dengan Bab XVII ditambah Bab VIIA. Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain ataulebih”. Perjanjian yang diatur pasal 1313 KUHPerdata adalah perjanjian obligator, yaitu perjanjian yang memberi hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak.
Pengertian perjanjian menurut adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
Syarat sahnya perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
• Sepakat untuk mengikatkan diri Paksaan disini adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa bukan paksaan fisik.
Kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang yang menjadi objek perjanjian.
Penipuan terjadi apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan palsu disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawan memberikan persetujuannya. (Setiawan. 1979: 5).
• Kecakapan untuk membuat suatu perjanjianKecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian yaitu :
Orang yang belum dewasa, ialah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dulu menikah atau belum menikah.
Mereka yang berada dibawah pengampuan
Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan Undang Undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang Undang telah melarang membuat perjanjian tertentu.
Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang Undang Hukum Perdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus berjalan di atas rel yang benar, yaitu harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satu memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pembeli yang beritikad baik adalah orang yang jujur, bersih karena ia tidak mengetahui tentang adanya cacat yang melekat pada itu, hal ini merupakan itikad baik sebagai unsure subjektif.Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Macam - macam perjanjian
Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut:
Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran
Akibat hukum perjanjian yang sah
Undang Undang menentukan bahwa perjanjian yang sah berkekuatan sebagai Undang Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali, selain kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang Undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan-persetujan harus dilaksankan dengan itikad baik.
Dengan istilah “semua” pembentuk Undang Undang menunjukan bahwa perjanjian yang dimaksud bukanlah semata-mata perjanjian bernama. Di dalam istilah “semua” itu, menunjukan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang rasanya baik untuk menciptakan perjanjian asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian yang dikenal dengan asas partij autonomie.
Berdasarkan Pasal 1329 dan Pasal 1327 KUHPerdata, dapat disimpulkan bahwa isi perjanjian terdiri dari elemen-elemen sebagai berikut:
Isi perjanjian Adalah apa yang dinyatakan secara tegas oleh kedua belah pihak di dalam perjanjian itu.
Kepatutan ialah ulangan dari kepatuhan yang terdapat dalam pasal 1338 KUHPerdata.
Kebiasaan adalah yang diatur dalam pasal 1339 KUHPerdata berlainan dengan yang terdapat dalam pasal 1347 KUHPerdata.
Perjanjian yang dibuat secara sah, yaitu memenuhi syarat subyektif dan obyektif seperti yang disebutkan dalam pasal 1338 KUHPerdata, maka :
• Perjanjian itu berlaku sebagai Undang Undang bagi mereka yang membuatnya;
• Perjanjian itu mengikat para pihak sebagaimana Undang Undang;
• Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan para pihak;
• Bagi para pihak yang melanggar perjanjian atau wanprestasi, maka berakibat :
- Membayar ganti rugi (Pasal 1243 KUHPerdata).
- Perjanjian dapat diputuskan (Pasal 1226 KUHPerdata).
- Menanggung beban resiko ( Pasal 1237 ayat (2) KUHPerdata).
- Membayar perkara jika diperkarakan dimuka Hakim (Pasal 1281 ayat (1)KUHPerdata).
Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
- kesempatan penarikan kembali penawaran;
- penentuan resiko;
- saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Untuk menentukan saat lahirnya kontrak dalam hal yang demikian ada beberapa teori :
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kotrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya. Pada saat tersebut pernyataan kehendak dari orang yang menawarkan dan akseptor saling bertemu.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
Perjanjian Internasional
Bentuk perjanjian internasional dibedakan menjadi dua yaitu :
• Perjanjian internasional tidak tertulis adalah pernyataan secara bersama atau timbal balik yang diucapkan oleh kepala negara, kepala pemerintahan ataupun menteri luar negeri, atas nama negaranya mengenai masalah tertentu yang menyangkut kepentingan para pihak yang dalam pembuatannya tidak melalui atau membutuhkan prosedur tertentu, dan dapat berupa pernyataan sepihak yang dikemukakan oleh para pejabat sebagai persetujuannya.
• Perjanjian internasional tertulis adalah setiap perjanjian internasional yang dituangkan dalam instrumen-instrumen pembentuk perjanjian yang tertulis dan formal, contoh: konvensi, protokol, statuta dan lain-
a. Perjanjian internasional ditinjau dari segi jumlah negara-negara yang menjadi pihak atau pesertanya
o Perjanjian internasional bilateral; yaitu perjanjian internasional yang pihak-pihak atau negara-negara yang menjadi peserta dan terikat dalam perjanjian tersebut adalah hanya dua pihak atau dua negara saja.
o Perjanjian internasional multilateral; yaitu perjanjian internasional yang pihak-pihak atau negara-negara yang menjadi peserta dan terikat dalam perjanjian tersebut lebih dari dua negara.
b. Perjanjian internasional ditinjau dari segi kesempatan yang diberikan kepada negara-negara untuk menjadi pihak atau peserta Pembedaan yang telah dikenal secara umum dan telah dibahas dalam buku-buku teks tentang hukum internasional, berdasarkan pada kesempatan yang telah diberikan kepada negara-negara untuk menjadi pihak atau peserta di dalamnya, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
o Perjanjian internasional khusus
o Perjanjian internasional terbuka
Tujuan dibuatnya perjanjian semacam ini oleh negara-negara yang melakukan proses perundingan (negotiating states), dengan maksud untuk menjadikan perjanjian tersebut sebagai suatu perjanjian yang diharapkan dapat berlaku tidak terbatas pada negara-negara yang melakukan perundingan saja, tetapi juga pada negara-negara lainnya, dengan jalan memberikan kesempatan kepada negara lain menjadi pihak dalam perjanjian.
c. Perjanjian internasional ditinjau dari kaidah hukumnya
d. Perjanjian internasional ditinjau dari segi bahasanya
e. Perjanjian internasional ditinjau dari segi substansi hukum yang dikandungnya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar